Selasa, 25 Agustus 2009

Tulisan Linda Jalil untuk Amris Fuad Hasan: Keduanya Temanku yang di Sayang Allah

Membaca tulisan tentang pak dubes yang satu ini, ingatan saya melayang ke zaman SMP. Sekelas dengan Ampi yang berseragam putih abu-abu celana pendek sedengkul, yang biasa dipanggil dari seorang Amris Hasan, sungguh menyenangkan. Ia duduk hanya dua baris di samping saya. Santun, tertawa seperlunya, agak pendiam, tetapi tekun dan cerdas. Ayahnya sudah menjabat meski belum menjadi menteri P&K waktu, tetapi Amris Hasan tidak pernah petentengan sebagaimana ‘anak pejabat di Menteng’ lain yang bersekolah di tempat yang sama, SMP Negeri I Cikini.

Saya juga teringat ketika sudah menjadi mahasiswa, hampir setiap pagi bertemu Chappy Fuad Hasan, ibu Amris di ruang dosen. Selalu menyapa dengan hangat dan seringkali melingkari tangannya ke pundak saya. “Ayo dong main ke rumah. Kamu kan teman kecil Ampi”, ujar bu dosen. Keluarga itu memang satu sama lain hangat sekali. Sampai-sampai, putra putri ini hanya memanggil ayahnya dengan “Ad” saja….

Fuad Hasan, sang menteri yang banyak sekali fansnya itu, juga sering saya ‘pelototi’ ketika asap rokok mengebul-ngebul tiada henti. Saat saya bertugas di Istana dan menyatakan ketidaksukaan terhadap rokok yang selalu ditentengnya sebelum menghadap Presiden, Fuad Hasan selalu bilang, “Hehee.. jangan tanya saya kapan berhenti. Ini kan obat, Lin!”

Ketika saya mengadakan konser Ulang Tahun umur yang semakin bertambah, saya menawarkannya untuk bermain biola di muka umum, membawakan lagu yang saya ciptakan. Lalu ia bilang, “Pertama saya ada resepsi pernikahan saudara dekat. Kedua saya sudah jompo nggak bisa sebaik dulu lagi main biola..”, sembari tertawa terkekeh-kekeh.

Kembali ke Amris Hasan. Eh.. nanti dulu….mengingat dia, mau tak mau memang saya teringat seluruh keluarga itu. Adiknya yang wanita, pemilik galeri lukisan, juga super ramah dan gesit . sekali. Paman Amris, Qadir Basalamah adalah pria bersahaja yang memang disekolahkan dan tinggal di rumah kakek saya tahun-tahunan. Adik Fuad Hasan ini tekun sekali, sampai akhirnya menjadi dirjen haji di masa lalu.

Amris Hasan, si celana pendek putih abu-abu itu tahu-tahu sudah di DPR. Tahu-tahu lagi ia sudah terbang ke New Zealand menjadi duta besar di sana. Tak heran memang. Tampan, politikus handal, temannya sejuta umat, dan kini dia memang tidak pendiam seperti dulu. Menjelang keberangkatannya menempati posisi duta besar, hampir tiap minggu saya memergokinya di toko mebel di kawasan Kemang. Dengan teliti ia memilih barang-barang, memesan model, mengukur dengan cermat. “Buat apa’an si h Mpi?”, tanya saya. Ternyata ia sedang mengisi rumah kedua orang tuanya. Meja kecil, tempat tidur, sampai hal-hal yang kecil pun diamati di toko itu. Tampaknya akhirnya ia memang memesan di tempat itu. Dasar Amris.., dia pula sendiri yang berbelanja tanaman, bunga , jauh-jauh ke pasar Rawabelong. Saya jadi teringat almarhum ayah saya. Urusan rumah tangga sampai merangkai bunga di jambangan tak luput dari perhatian. Dulu ketika anaknya muncul berturut-turut, juga ada yang kembar, saya pernah berkelakar, “Rasain lu Mpi… punya anak banyak… jadi harus urus yang baik, kerja keras, dan rangkul semuanya yaaaa!”. Dan Amris pun tertawa lebar sembari memuji-muji istrinya yang cantik, putri Faisal Abda’oe mantan dirut Pertamina itu. Saya juga sungguh berduka ketika Fuad Hasan wafat. Amris datang dari New Zealand dengan penuh duka. Rumah yang apik, yang saya bayangkan hasil penataan Amris bagi ayah bundanya, tentu akan sepi kehilangan satu penghuninya.

Belum lama ini, p ak dubes ini berkali-kali menulis di facebook, agar saya mampir ke negeri yang sedang ia tempati. Tampaknya tugas Amris di sana tak lama lagi. Semoga saja ia loncat lagi menjadi kepala perwakilan di tempat lain lagi. Buah tak jauh dari pohonnya. Fuad Hasan yang disayang banyak orang, supel bergaul, dan telah memberikan banyak kebaikan bagi negeri ini.., kelihatannya akan dan mulai diikuti oleh Amris. Semoga saja….

Minggu, 23 Agustus 2009

Amris Fuad Hasan Kawan Baik PDIP-ku Dubes RI Pilihan SBY untuk New Zealand

Oleh : M. Aji Surya, Deplu, New Zealand

Memanfaatkan jaringan lama


Orangnya supel, ramah dan banyak senyum, alias gaul abis. Begitu kesan pertama yang sering muncul saat bertemu Amris Hassan, Duta Besar RI untuk Selandia Baru. Selain suka ngejoke dengan bahasa Inggrisnya yang casciscus, ia pandai membagi waktu untuk menyambangi siapa saja yang pernah dikenalnya. Tidak heran, setahun duduk di kursi Dubes di Wellington, kawannya sudah seabreg. Mereka adalah pejabat eksekutif maupun parlemen. ”Pak Dubes kemana-mana sudah jalan sendiri,” aku Hermono, staf senior bidang politik KBRI.

Memang, menghadapi pekerjaan tipikal diplomasi bukan barang baru bagi sang Dubes. Kegiatan negosiasi, tarik ulur dan take and give menjadi makanan harian semasa menjadi politisi papan atas salah satu partai terbesar di Indonesia. Selain itu, sebagai politisi, iapun wajib membina hubungan baik dengan konstituen maupun para pejabat. Tidak kurang, banyak menteri menjadi karibnya. Berbekal pengalamannya itu, Amris Hassan merasa tidak berat manakala harus berubah haluan menjadi seorang diplomat.

Bulan-bulan pertama, stafnya masih sibuk mengatur perkenalan dengan berbagai pejabat setempat, setelah itu semuanya dilakukan sendiri. Masalahpun menjadi ringan karena jaringan lamanya masih eksis. ”Kalau perlu, saya biasa angkat telepon dengan beberapa pejabat tinggi pemerintah di Jakarta yang pernah menjadi rekan dan mitra di DPR agar keputusan bisa diambil lebih cepat,” ujar putra mantan Mendikbud Fuad Hassan.Di sisi lain, pria yang mengendalikan usahanya dari jarak jauh ini mengaku perlu adaptasi dengan masalah birokrasi. Meski kini sudah biasa, namun saat mulai dirasakan cukup berat. ”Saya dulu memang tidak biasa menghadapi tumpukan kertas yang butuh disposisi dan tanda tangan. Walapun begitu, ini semua kan dinamika hidup, sehingga saya jalani dengan sepenuh hati,” ujarnya sambil terkekeh.

Sumber: www.aksesdeplu.com

Rahasia Awet Muda 3 Selebriti: Soraya, Shahnaz, Marissa Haque

Haque bersaudara

VIVAnews - Sulit membedakan siapa yang tercantik diantara Haque bersaudara. Kecantikan Marissa, Soraya, dan Shahnaz Haque terpancar dari fisik dan kepribadian mereka.

Ketiga saudara itu juga sukses menekuni bidang masing-masing. Belakangan si sulung Marissa, 46, atau biasa disapa Ica, terus mengejar ambisinya sebagai politisi. Sementara, Soraya, 44, konsisten dengan dunia modeling yang ia tekuni sejak tahun ‘80-an, meski sekarang lebih banyak di belakang panggung.

Jangan tanya mengenai si bungsu Shahnaz. Suara renyah istri musisi Gilang Ramadhan itu biasa menyapa para pendengar radio setiap hari. Tiga saudari yang sama-sama cantik ini memang memiliki jalan hidup yang berbeda, tapi mereka memiliki satu kesamaan, yaitu, sama-sama hobi ngomong.

Untuk urusan kecantikan, Marissa dan Shahnaz juga kompak. Si sulung dan si bungsu mengaku belajar merawat kecantikan dari saudara mereka Soraya. “Aya yang paling cantik diantara kita bertiga. Rambut paling panjang. Mampu menjaga kelangsingan tubuh di usianya sekarang. Mampu bertahan senyum paling lama sampai bibir kering,” kata Marissa, saat ditemui di Plaza Sentral, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Agustus 2009.

Demikian halnya dengan Shahnaz, ibu tiga putri itu bilang, rahasia kecantikannya diperoleh dari Soraya. “Karena saya ini perempuan jadi-jadian,” kata Naz tertawa. Meski demikian, Ica, Aya, dan Naz punya tips sendiri-sendiri untuk menjaga kulit tetap awet muda.

Marissa mengatakan, ia rajin minum air dan tak pernah lupa tersenyum. Selain itu, untuk kecantikan batin, ibu dari Bella dan Kiki itu bilang, ia rajin bersyukur setiap akan memulai hari, dan selalu berpikir positif. Aya punya pendapat berbeda. Ia bilang, hidup itu tergantung dari apa yang kita makan, dan apa yang kita pikirkan.

“Terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak akan membuat kulit cepat tua,” tambah perempuan yang paling berani berbusana seksi diantara dua saudaranya itu. Tips Shahnaz lebih sederhana dibanding dua kakaknya. Naz bilang, “Resep awet muda dasarnya adalah cinta.”

Tak heran, jika perempuan pada umumnya takut tua, Haque bersaudara tidak. Menjadi tua adalah sesuatu yang alami. Yang penting, kata Aya, perempuan tidak boleh merasa tua. Sementara, Naz punya pendapat unik.

Ia bilang, seseorang tidak boleh mengumbar kesedihan. “Berhentilah mengeluh. Yang kaya gitu biasanya cepet mat,”ujar Naz dengan gaya bicaranya yang blak-blakan.

VIVAnewsSumber: By Irina Damayanti, Windratie - Rabu, Agustus 19, 2009

Jumat, 21 Agustus 2009

Trio Shahnaz, Soraya, Marissa Haque: ‘Think Beauty is Think Happy’

Kecantikan trio Haque yakni Marissa, Soraya, dan Shahnaz masih bersinar di usia mereka yang bisa dibilang tidak muda lagi. Tak heran jika akhirnya mereka dinobatkan sebagai ikon salah satu produk kecantikan, padahal di tahun ini usia Marissa 47 tahun, Soraya 44 tahun, sementara Shahnaz 37 tahun.

Dijumpai di acara Olay 7 Wanita 7 Rahasia Dengan Hati di Restoran Kembang Goela, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (18/8), Marissa menuturkan untuk menjaga kesehatan kulit, biasanya keluarga mereka memilih perawatan yang khusus. Pasalnya, peluang mereka menderita kanker lebih besar karena menurun secara genetika.

“Untuk umur saya yang segini ini bukan lagi memakai pelembab, tapi serum, karena keluarga kami mempunyai genetic cancer, jadi lebih cepat menopause dan cenderung kulit kering. (Tapi) yang paling penting adalah think beauty is think happy,” kata Marissa.

Soraya menambahkan jika bertambahnya usia sama sekali bukan masalah dalam keluarga mereka. Malahan menjadi tua adalah sesuatu alami yang bahagia. “Kalau merasa tua itu akan beda dengan menjadi tua. Kalau merasa tua, apa yang ada di dalam pikiran yang harus kita takutkan adalah bagaimana kita bertambah usia tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk orang lain,” katanya.

Shahnaz juga ikutan berbagi tips rahasia mereka untuk selalu menjaga kestabilan kecantikan. Kuncinya hanya satu, selalu merasa bahagia walau sedang ada masalah.

“Kita bahagia, ketawa-ketawa, tidak mengumbar kesedihan itu akan tetap akan kelihatan muda. Berhentilah mengeluh karena memang lebih banyak mengeluh daripada senang. Kalau mengeluh terus, matinya cepat deh,” ujarnya seraya tersenyum. (kpl/gum/boo)

Kamis, 20 Agustus 2009

Sarung NU dan Bapia Isi Keju: Kenangan dalam Kelas Bu Anita Lestari, FEB, UGM

Empat orang dosen yang mengajarku dikelas S2-ku yang ‘kesekian’ di Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Gajah Mada semuanya orang hebat, rendah hati, sangat down-to-earth, serta mampu mentransfer seluruh ilmu yang sejujurnya belum pernah saya miliki sebelumnya untuk kujadikan bekal didalam menjalani kehidupan sesungguhnya diluar kampus – didalam/diluar negeri – yang lebih sering sangat tidak ramah kepada kita semua tanpa terkecuali. Namun ciri yang menjadi diferensiasi mereka masing-masing dari keempat dosen tersebut didalam mengajar, menjadikan kenangan yang unik-berbeda bagiku. Saya akan memulainya dengan Bu Dra. Anita Lestari, MSi seorang psikolog yang mengajarkan beberapa psychology approaches untuk mata kuliah OB (Organizational Behavior).

Bu Anita yang lembut sapa tersebut mengajarkan antara lain tentang pentingnya arti beradaptasi ditempat kerja, menjembatani jurang pembeda, mampu membuat keputusan penting disaat genting, dan lain sebagainya. Juga ada beberapa pelajaran yang menyangkut ilmu system yang sebelumnya telah saya dapatkan di kelas Doktor PSL, IPB saya ulang kembali dengan pemahaman yang tentu lebih baik melalui kelas Bu Anita ini. Malah ilmuku dimasa kuliah di IPB lalu, diperkaya dengan ilmu Leadership yang merupakan style didalam sebuah management/tata kelola di UGM. Bahkan ketika saya menuliskan final individual paper kemarin, saya mengusung tentang seorang pemimpin yang wajib membantu sebuah tata kelola buntu didalam pencurian kayu hutan/illegal logging di Indonesia melalui ‘tangan besi’ kepemimpinanan hukum dalam system. Bahwa liberalisasi melalui jargon novus ordo seclorum didalam lembaran $1 US, hanya mampu di’patahkan’/dibuat lebih seimbang – sustainable development – bilamana sang pemimpin utama mempunyai visi dan misi kuat didalam decision making-nya.

Mungkin saya termasuk salah satu mahasiswi yang paling kritis dikelas. Bahkan ada sebuah kejadian lucu sehingga nama saya kerap dipanggil Bu Anita dengan julukan “Marissa si Sarung NU,” ceritanya gara-gara kami sekelas diminta untuk menebak sebuah gambar yang memiliki minimal 24 makna didalamnya. Nah, begitu sudah mencapai tebakan ke 15 kami dikelas mulai stuck dan ‘agak-agak’ mulai ‘ngaco.’ Entah dapat ide darimana saya hanya melihat dua tumpuk lilitan diatas gambar mirip nenek-nenek itu seibarat sorban yang terbuat dari kain sarung untuk sholat warna kotak-kotak hijau yang sering dipakai keluarga besar NU-ku di Jawa Timur. Spontan saja saya menjawab: “Sarung NU Bu Anita…” Tentu seisi kelas tertawa terbahak-bahak, tak terkecuali Bu Anita. Dan lengkaplah sudah setelah itu nama saya sering terpanggil dengan “Marissa Sarung NU.” Pernah juga Bu Anita saya puji kelihatan sangat manis ketika pakai jilbab warna hijau – yang memang lain dari kebiasaannya yang lebih sering didominasi jilbab putih atau coklat.

Namun ada yang tak akan pernah saya lupakan seumur hidup – karena yang ini tak pernah dilakukan oleh para dosen lainnya – adalah disaat beberapa kali Bu Anita hadir dikelas khusus membawakan kami Bapia isi beraneka macam rasa. Terharu-biru kami sekelas menikmati jajanan khas Yogyakarta tersebut. Dari berbagai isi yang ada didalamnya, saya menyukai yang isi keju. Sehingga biasa sering ber-email-ria dengan beliau dan ditanyakan mau dibawakan apa dari kampung halamannya, maka spontan kami dikelas mengatakan: ”Bapia Buuuuu…” Kalau sekarang saya ditanya maka akan mengatakan hal yang sama namun dengan sedikit diferensiasi: ” Bapia Isi Keju Buuuuu…” (smile).

Ah!… ngangeni memang kelas Bu Anita itu… tak sabar rasanya untuk bersegera kembali kuliah di FEB, UGM. Libur selama 3 minggu ini rasanya sungguh terlalu lama. Memang terbukti, bahwa sekolah yang baik, respectable university dengan management yang baik serta tidak korup – terkait dengan pidana pendidikan – akan membuat siapapun stakeholders didalamnya merasa betah serta ingin memberikan karya terbaik yang mampu dihasilkannya sebagai anak bangsa.

Terimakasih banyak Bu Anita yang saya sayangi… terimakasih FEB, UGM… jazakumullah khoirGod bless you all.

Adikku Shahnaz Haque Ajarkan Anak Berakhlak Baik

MENGAJARKAN anak untuk menjadi orang yang berakhlak baik menjadi cara Shahnaz Haque mendidik ketiga buah hatinya, Pruistin Aisha Haque Ramadhan (7), Charlotte Fatima (6), dan Mieke Namira Haque Ramadhan (3).

Menyadari anak sebagai amanat penting dari sang Maha Kuasa, Naz (sapaan akrab Shahnaz Haque) mengajarkan anaknya agar selalu berbuah baik dan beribadah. Salah satunya dengan mengajak ketiga buah hatinya untuk beribadah di bulan Ramadan mendatang. Meski begitu, ibadah puasa yang dijalani sesuai dengan usia masing-masing anak.

“Saya berdoa agar anak-anak memiliki kecerdasan emosi yang baik. Bulan Ramadan adalah bulan istimewa. Memasuki bulan Ramadan, kami biasanya menghias kamar dengan spanduk Selamat Datang Ramadan atau dengan balon-balon. Kalau anak saya yang kecil, masih puasa beduk. Setiap ada bunyi beduk, dia buka, lalu melanjutkan lagi puasanya,” paparnya saat ditemui di Kembang Goela, Jakarta, Selasa (18/8/2009).

Saat anak-anak dapat menjalani puasa sampai sebulan penuh, umumnya orangtua memberikan rewards. Tapi, tidak demikian dengan Naz. Dia ingin ibadah puasa yang dijalankan berdasarkan kecintaan kepada Tuhan YME.

“Menjalankan ibadah puasa, saya tidak memberikan rewards khusus. Mereka puasa karena mereka cinta sama Tuhannya,” imbuh wanita kelahiran 1 September 1972 itu.

Selain puasa, istri drummer Gilang Ramadhan ini juga mengajarkan ketiga buah hatinya agar dekat dengan orang miskin dan tak lupa mengucap syukur.

“Saya mengajarkan anak agar kita harus dekat dengan orang miskin dan mengajarkan mereka untuk berbagi dengan orang susah. Berada dalam kehidupan yang enak, saya harus membuat mereka tidak besar kepala, saya juga mendidik anak untuk selalu mengucap syukur. Apa yang didapat harus disyukuri. Termasuk juga menarik anak-anak untuk terjun di dalam komunitas lebih banyak, misalnya seperti organisasi Nurani Dunia,” kata Naz.

Selain mengajari arti penting kedekatan dengan kaum miskin, Naz juga menyelipkan makna usaha dan kerja keras, melalui proses berdagang. Ia mengajarkan anak-anaknya untuk tidak menikmati hasil yang mereka peroleh sebelum berusaha.

“Saya tidak pernah meributkan soal uang di hadapan anak. Sekarang saya sedang ajar anak saya berdagang. Seperti menjual es atau menjual kartu dengan gambar-gambar yang mereka buat sendiri. Dan saya selalu tanamkan agar anak tidak perlu malu karena anak Shahnaz berjualan. Saya ingin mengajarkan mereka untuk bisa membujuk orang membeli dari usaha mereka. Uang bukan sulit didapat, tapi mereka harus berusaha terlebih dahulu,” imbuhnya.

Tak hanya mengajarkan untuk senantiasa berusaha, presenter cantik ini juga tak ingin anak-anaknya menghabiskan waktu di mal. Karena itu, ia sering menghabiskan waktu dalam kegiatan alam bersama ketiga putrinya.

“Saya tidak suka memudahkan hidup mereka. Mereka wajib pintar karena kedua orangtuanya telah menyekolahkan mereka. Aku sangat menyukai alam dan membawa mereka menikmati alam, biasanya kami sering bermain flying fox, mandi di kali, mandiin kerbau, atau menangkap ikan lele. Kalau mereka mau genit, mereka bisa datang ke Mama Aya begitu juga dengan keponakan saya dan sebaliknya,” tuturnya.

Meski tampak sempurna, namun ketiga buah hatinya pun tak lepas dari salah. Usia anak yang masih terlalu kecil, sering membuat mereka tak lepas dari kesalahan. Namun, kondisi itu tak menyulut kemarahan Naz. Ia justru percaya adanya the power of touch.

“Kalau anak salah, pasti saya peluk. Karena saya adalah orang yang memercayai the power of touch. Saya akan berada di sebelahnya dan mengelus dia,” tandasnya.

okezone.com - 8/19/2009 4:22 AM Local Time

Rabu, 19 Agustus 2009

Tahun 2000 Karya Buku Pertamaku “AMINAH” Dilahirkan oleh Penerbit PT Rosda Karya

AMINAH
Oleh: Marissa Grace Haque Fawzi, PT. Rosda Karya Bandung, 2000.

Aminah adalah seorang gadis kecil berjilbab. Ia hidup didaerah kumuh yang berdebu ditepi pantai Sampur, Jakarta.

Rumah-rumah disana terbuat dari papan dan kardus bekas. Sampah menggunung. Kaleng-kaleng bekas yang sudah berkarat bertebaran disana-sini. Dicelah-celah jendela, jemuran-jemuran bergantungan menunggu kering. Sebagian lagi bergantungan diatas tali-tali yang terbentang.

Aminah tinggal bersama ibunya. Setiap hari setelah selesai sholat Subuh, mereka menerima cucian yang dititipkan oleh keluarga-keluarga kaya dari luar lingkungan mereka. Sehabis menjemur semua pakaian tersebut, Aminah pergi bermain-main kepantai didekat rumahnya. Biasanya ia bermain diantara karang-karang diatas pasir. Terkadang beberpa anak kecil lainnya bermain bersamanya. Pada kesempatan lain, ia lebih suka sendirian. Berdiam diri memandang gelombang pasang yang berkejaran menerpa karang. Dibiarkannya desir angin memainkan ujung-ujung jilbabnya.

Malam harinya Aminah berjualan kembang. Aminah mengelompokkan kembang tersebut sesuai warnanya; mulai dari warna merah muda, jingga, putih, dan ungu. Bersama Halimah sahabatnya mereka menjual bunga-bunga tersebut dijalan dekat lampu merah. Disana banyak anak-anak sebayanya bermain-main.

Malam itu tak ada bulan. Bintangpun enggan menampakka dirinya. Langit hitam pekat tertutup awan. Walaupun malam terasa panas, kedua anak itu menggigil kedinginan sampai ketulang sumsum.

Aminah dan Halimah berjalan menjajakan kembangnya. Mereka sampai disebuah jalan yang penuh dengan lampu beraneka warna. Hingar binger kendaraan bermotor dan orang-orang yang berlalu lalang.

Tercium bau garam laut bercampur bau polusi yang berasal dari knalpot kendaraan-kendaraan bermotor yang bunyinya memekakkan telinga.

Aminah dan Halimah berjalan dianata mobil-mobil. Menawarkan kembang kepada para pengendara. Ketika bunyi klakson nyaring menyentak, Aminah dan Halimah buru-buru menyingkir.

Seorang wanita tertarik membeli lima tangkai kembang. Aminah dan Halimah tidak dapat menatap wajahnya, karena hanya tangannya saja yang terjulur keluar melalui celah jendela mobil. Wanita itu memberikan uang lima ribu rupiah.

Ketika lampu berubah warna menjadi hijau, mereka berdua kembali duduk sambil menatap kendaraan-kendaraan yang melaju kencang. Lampu-lampu jalan yang bersinar sangat terang, membuat bayangan pohon disekitarnya menjadi semakin dalam. Angin laut bertiup sepoi-sepoi. Udara makin dingin. Malam semakin larut.

Tiba-tiba terdengar bunyi tangisan keras yang menimpali bunyi kendaraan yang berlalu lalang. Aminah tahu siapa yang menangis. Segera didatanginya suara itu.

Seorang anak lelaki menggeliat diatas pangkuan ibunya. Sang ibu menepuk-nepuk punggung sang bocah sambil bersenandung lirih sampai sang bocah tertidur.

Aminah melihat kacang rebus jualan si ibu masih menggunung, belum laku. Ah, kasihan sekali. “Apa khabar Aminah? Banyak laku jualanmu?”, sapa ibu penjual kacang rebus itu. Namanya Ibu Rimpi. “Baru sedikit,” jawab aminah.

“Anakku ini menangis terus sepanjang hari. Tapi kami tak dapat pulang dulu krtumah kalau belum dapat uang. Lihat jualanku hari ini masih sangat banyak tersisa.” Senyum ibu Rimpi terlihat sangat getir sembari menatap wajah-wajah cilik dihadapannya yang manis, jujur, dan polos serta mempunyai kulit yang halus, mata yang bening, dan senyum yang tanpa beban.

Tiba-tiba anak lelakinya menangis lagi. Maka tahulah Aminah dan Halimah bahwa anak lelaki tersebut kelaparan dan kedinginan.

Dengan uang lima ribu rupiah hasil penjualan mereka malam itu, Aminah dan Halimah bergegas membeli makanan dan minuman hangat di sebuah warung dipinggir jalan dekat tempat mereka mangkal. Uang sebanyak itu cukup untuk membeli empat gelas teh manis dan lima potong pisang rebus. “Ah, betapa mahalnya harga makana sekarang ini,” gumam Aminah.

Aminah dan Halimah membawakan makanan dan minuman itu ketempat Ibu Rimpi dan anakknya. Mereka berempat melahapnya dengan nikmat.

Tiba-tiba Aminah merasakan perutnya sakit bukan alang kepalang. “Ya Allah…apa yang terjadi dengan diriku ini?”, gumamnya. Halimah, Ibu Rimpi dan anak lelakinyapun terlihat kesakitan. Mereka semua limbung dan jatuh ketanah.

Tiba-tiba dunia terasa semakin kelam dari malam sesungguhnya. Aminah tak mampu lagi bernafas. Namun ia masih berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dalam lemahnya ia berdoa: “La ilaha Illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzalimiin.” Yang artinya ‘Maha suci Engkau, Maha Mulia Engkau, hamba ini seorang aniaya’ (doa Nabi Yunus ketika diperut ikan Paus). Tidak ada tempat lain untuk berlindung serta memohon pertolongan kecuali kepada Nya.

Aminah keracunan makanan. Semua terjadi akibat pabrik-pabrik yang tak bertanggung jawab membuang limbah di Teluk Jakarta, dilokasi Aminah didaerah Sampur. Lalat-lalt berterbangan diparit-parit dan jamban-jamban dekat rumahnya. Menghinggapi makanan dan minuman yang dibelinya, meninggalkan racun dan kotorannya disana.

“Ya Allah setelah Ayahku meninggal karena TBC dua tahun yang lalu, bagaimana nanti nasib ibuku? Siapa nanti yang akan membantunya menyucikan pakaian? Bagaimana nanti dengan nasib Halimah, Ibu Rimpi dan anaknya…?” tangis Aminah.

Tiba-tiba tercium bau semerbak, wangi sekali. Langit kelam tiba-tiba menjadi terang. “Apa yang terjadi? Dimanakah aku?” Aminah kebingungan. “Apa yang harus aku lakukan?”

Desir ombak terdengar. Semakin lama semakin keras. Kaki-kaki mungil Aminah serasa menginjak air laut ditepi pantai. Anginpun seakan membisikkan sesuatu ditelinganya.

Aminahpun teringat akan kembang yang masih digenggamnya. Dipandanginya sesaat, sampai tiba-tiba terbersit sesuatu didalam pikirannya. Dilemparkannya kembang-kembang itu dilangit.

Langit pekat berganti terang, cahaya putih bersinar, membuat bintang-bintang tampak terang benderang. Aminah melihat orang-orang berhenti bercakap-cakap. Tak ada lagi deru kendaraan yang membisingkan. Wajah orang-orang terlihat bersih dan bersinar, menebar senyum dimana-mana. Betapa tenteram, betapa indah.

Perlahan Aminah berjalan meyusuri tepian pantai, pulang kerumah. Sendirian, terlepas dari kerumunan orang banyak. Mengikuti arah sinar, nun didepan sana. Samar-samar terlihat bayangan ayahnya. Tapi Aminah merasa tak pasti. Ia terus membaca shalawat. Mengayuhkan kaki kecilnya, ia ingin menemui ibunya dirumah.

Aminah terus berjalan dibawah kaki langit yang penuh rahasia. Ditatapnya taburan cahaya yang bersinar. Bintang-bintang nun jauh disana adalah miliknya.

Cerita ini Diterbitkan oleh PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, pada tahun 2000

Semakin Berkembang Bersama Ekonomi Syariah: Marissa Haque di M-Life Festival

Marissa Haque, Astri Ivo, dan Cece Kirani Siap Semarakan M-Life Festival

JAKARTA - Sejumlah artis dijadwalkan akan menyemarakkan acara M-Life Festival atau Festival Gaya Hidup Muslim (Islami) yang berlangsung di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta pada tanggal 1 hingga 6 September 2009. Tiga orang artis yang telah memastikan akan kehadirannya adalah Marissa Haque, Astri Ivo dan Cece Kirani.

”Mbak Marissa Haque, Astri Ivo dan Cece Kirani akan menjadi pengisi acara dalam M-Life Festival,” ujar Nindya Nazara, Direktur Eksekutif Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) saat launching program M-Life Festival di Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (18/8/2009). Selain itu yang juga dijadwalkan akan mengisi acara adalah Cici Tegal dan Ratih Sanggarwati dengan para modelnya.

Hadir pada acara launching program M-Life Festival antara lain adalah Subarjo Joyosumarto-Ketua Umum PKES, Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) M. Syakir Sula, Ketua Umum Asosiasi BMT se Indonesia (Absindo) Aries Mufhti, Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Mustafa Edwin Nasution dan Ketua Umum AAKSI Prof Sofyan Safri Harahap serta Prof Feisal Rifai dosen Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Festival Gaya Hidup Islami, merupakan upaya dakwah yang mengedepankan Islam sebagai rahmat bagi alam. Untuk itu dalam festival ini juga dikemas dalam acara-acara yang bersifat menghibur, kendati tetap sarat dengan muatan dakwah Islami. Selain itu pilihan Grand Indonesia Shopping Town sebagai lokasi kegiatan ditargetkan untuk mendekatkan ekonomi syariah ke kalangan menengah atas di perkotaan.

Sejumlah acara akan digelar di lokasi Festival. Antara lain Festival Anak-Anak Muslim yang akan diisi Kelompok Musik Debu Yunior serta akan dikoordinasi oleh Majalah Parents Guide. Selain itu juga ada program untuk Remaja yaitu berupa Festival Musik Islami yang diikuti oleh grup band pelajar dan mahasiswa. Aliran musik yang dilombakan adalah pop, nasyid, jazz dsbnya. Para pemenangnya berupa tabungan syariah dan netbook dsbnya.

Selain itu, sejumlah ustad dan public figur juga menyatakan kesediaannya untuk menjadi pengisi kegiatan selama M-Life Festival. Antara lain Ustad Yusuf Mansyur, Ary Ginandjar dan artis film Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Pada acara pembukaan festival yang akan dilakukan oleh pejabat tinggi negara ini juga akan dilakukan penandatanganan MoU antara MES dengan Depkominfo dan MES dengan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).

Bersamaan dengan pelaksanaan Festival Gaya Hidup Islami yang berlangsung di mall terbesar di Asia Tenggara ini juga akan diserahkan Sahabat Ekonomi Syariah Indonesia (SESI). ?’Saat ini tengah dilakukan penjurian atau seleksi oleh para ahli ekonomi syariah terhadap sejumlah tokoh yang dinilai memiliki kontribusi istimewa dan luar biasa bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia,” ujar Agustianto, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).

Selama festival juga akan diisi berupa pameran keuangan syariah yang diikuti dengan kalangan perbankan dan lembaga keuangan syariah, pameran produk halal dan jasa Islami, fashion show, pameran produk komputer dan telekomunikasi, dialog edutainment, dialog perencanaan keuangan Islami, pentas seni dan berbagai kegiatan lainnya. ?’Setiap hari panitia akan membagikan door prize berupa sebuah Blackberry setiap hari,” papar Agustianto.

Selain kegiatan festival yang bersifat off air, kegiatan ini juga disinergikan dengan kegiatan on air berupa acara di radio dan televisi. Untuk di televisi akan disiarkan melalui program Sakina di TV One. Program Sakina berupa acara talkshow mengenai perbankan dan keuangan syariah yang mengisi dalam acara Kabar Sahur selama bulan puasa di TV One. Sejumlah tokoh perbankan dan lembaga keuangan syariah, selebritis, artis, praktisi dan penggiat ekonomi syariah.(*) (mbs)

Sumber:

http://news.okezone.com/BeritaAnda/index.php/ReadStory/2009/08/19/229/249279/marissa-haque-astri-ivo-dan-cece-kirani-siap-semarakan-m-life-festival

Senin, 10 Agustus 2009

Ikang Fawzi Suamiku yang Pertama Kali ‘Kesengsem’ pada SBY, Saya Paling Akhir Karena Prof. Dr. Boediono

Ikang Fawzi Suamiku yang Pertama Kali ‘Kesengsem’ pada SBY, Saya Paling Akhir Karena Prof. Dr. Boediono.Banyak yang bertanya dengan saya dikelas UGM, kenapa sih kok mengkritik terus pada kemenangan SBY-Boediono? Nggak takut kualat nanti karena mereka kan dari IPB dan UGM dan keduanya adalah para intelektual bergelar Doktor? Begitu kira-kira hampir selalu datang pertanyaan pada saya setiap mereka membaca beberapa tulisanku di beberapa blog yang saya miliki.Yah… Indonesia kan sebenarnya ‘belum merdeka’, jadi mau bagaimana lagi?Saya katakana kembali pada mereka bahwa kalau toh keluarga besar Fawzi dan Haque berbondong-bondong memilih pasangan nomor 2 SBY-Boed bukan berarti mereka berdua hidup diruang hampa dan bebas kritik lho… karena kita harus jujur mereka berdua bukan nabi sehingga sangat jauh dari sikap dan sifat maksum – bebas dari kesalahan duniawi seperti Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga agar mereka berdua tidak terjerumus kejurang kan sebaiknya ada orang-orang seperti saya sekarang ini atau kalau dulu seperti Doktor Denny Indrayana-lah yang pedas mengkritik namun berupaya memberikan jalan keluar yang bijaksana begituuuu…

Minggu, 09 Agustus 2009

Salah Satu Mozaik Dari Sekumpulan Perjuangan Para Penjujur Keadilan Indonesia


‘Dugaan’ Terlibatnya KPUD Banten, para Elit penguasa negeri & Ratu Atut Sendiri”, untuk menggambarkan bahwa suasana carut marut-centang perenang yang dihadapi bangsa ini sejak lima tahun belakangan ini adalah sebuah disain yang memiliki ‘template’ sama persis dengan apa yang pernah kita semua alami didalam dominasi rezim Orde Baru yang pernah sangat lama berkuasa secara represif dan otoritatif itu!

Bahwa ‘kekonyolan’ berita kecurangan Pilpres 2009 sebenarnya adalah BERITA BASI, yang terus berulang serta dapat dengan mudah diprediksi. Sama persis dengan situasi dan kondisi Pilkada Banten 2006 yang dipenuhi oleh ratusan systemized crime yang by design serta holistic. Bahkan hari ini saya merasa bahwa bila kita tidak pandai ‘berkelit,’ maka menjelang diberlakukannnya UU ITE dipertiga awal tahun 2010 kedepan ini, karakter ‘demokratis’ medium “we-media” Kompasiana.com kita tercinta ini sangat mungkin hanya tinggal dalam catatan sejarah belaka. Judul yang ada diatas muncul sebagai inspirasi dalam riset independen yang saya lakukan beberapa saat yang lalu sampai hari ini, yang ternyata adalah hanya satu dari ribuan elemen yang tidak berdiri sendiri. Dia ada dalam sebuah sub-jaringan sistemik menuju aim/goal yang sama. Yaitu mempertahankan status-quo dari para pemain lama yang sudah berganti baju dan panggung baru (Machiavelli dalam Il Principe), agar tetap terus dapat dipercaya oleh ‘sang tuan putih’ nun diseberang lautan sejauh half way round the wolrd. Para ‘tuan’ penggagas The Washington Concensuss yang berisikan tiga institusi berpengaruh besar abad ini: (1) IMF; (2) World Bank; (3) WTO.

Sebenarnya berkembangnya curiosity saya terkait keterangan tersebut diatas adalah ketika didalam masa dua tahun riset dipedalaman hutan Provinsi Riau – pada tahun 2007-2008 – dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan kerusakan masif hutan diwilayah propinsi itu yang diikuti oleh kehancuran kebudayaan setempat, meningkatnya kriminalitas, dan bertumbuh suburnya kekuasaan oknum sisa rezim Orde Baru dengan teknik meminjam wajah Budaya Melayu lokal berbaju demokrasi. Kejahatan lingkungan hidup di Provinsi Riau berbanding lurus dengan korupsi birokrasi dan korupsi ekonomi dengan memberikan kemenangan mutlak pada Pilkada di Provinsi Riau tahun lalu. Padahal disaat yang bersamaan Kandidat Gubenur Riau saat itu (incumbent) sudah dalam status sebagai saksi kasus korupsi dan kasus delik pidana ILLEGAL LOGGING (pencurian kayu) di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan dan menjelang menjadi TSK (TERSANGKA). Bahkan salah satu Bupatinya disana sekitar dua minggu setelah disidang langsung dijebloskan ke’pesantren’ Tipikor Jakarta Selatan.

Sehingga mulai dari tulisan kali ini kedepannya, para pengunjung kompasiana.com maupun para blogger lainnya yang kebetulan mampir dan membaca tulisan ini akan semakin kenal karakter perjuangan, yang selama ini saya dan tim penjujur keadilan lakukan kedepannya. Sekalian menjawab “say hello” Pak Prayitno yang disayang Allah, ketika kemarin sembari bernyanyi dipanggung kemarin saat Kopdar menyapa saya dan mengucapkan: “… hehehe… Atut maning… Atut maning” (smile). Bercanda ya Pak Prayitno yang baik…

Kelak kedepannya dalam tulisanku, dalam upaya penyampaian hasil riset semi formal, insya Allah saya tidak akan ‘melulu’ memakai sumber yang berasal dari Provinsi Banten semata dengan tokoh utama Ibu cantik bernama Ratu Atut Chosiyah, SE — yang diduga mendapatkan Sarjana Ekonomi-nya dibawah syarat dasar kompetensi kelulusan nasional Dikti — kognisi, afeksi, psikomotorik. Yaitu untuk kelulusan Sarjana Strata 1 harus diselesaikan selama masa minimal 4 (empat) tahun. Nah, sementara Ratu Atut Chosiyah, SE, diduga sukses mendapatkan S1 Sarjana Ekonominya hanya dalam 8 (delapan) bulan saja… Luar biasa!

Disamping itu, juga walau 3 (tiga) pasang kandidat dari partai lain – selain Golkar dan PDIP yang mendukung Atut – ‘berteriak-teriak’ soal status Atut yang care taker (bukan incumbent) berijazah palsu dan aduan malah sampai ke Istana Negara dan Sekab serta Sekneg (saya lakukan sendiri bersama beberapa kader dari Partai Demokrat dan PKS) melalui Aspri Presiden SBY (Brigjen Kurdi Mustopha) dan Aspri Ibu Ani SBY (Nurhayati Assegaf, SH/sama-sama di KAHMI dengan saya), melalui Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution (Staf Khusus Kepresidenan bidang Hukum), melalui beberapa Ketua Partai Demokrat mulai dari Prof. Dr Mubarok, Inggrid Kansil (suaminya Ketua Fraksi PD di DPR RI), Sarjan Taher, Benny K. Harman, Johny Allen, Vera Rumangkang dan Ayahnya Ventje Rumangkang, sampai dengan adinda Angelina Sondakh dan Adjie Massaid! Ternyata setelah mencoba membantu – dengan segala hormat terimakasih saya yang sangat tinggi bagi mereka yang telah membantu dan yang namanya tersebut diatas – mereka semua ‘angkat tangan’ dan mengakatakan tidak dapat membantu perjuangan saya lebih jauh karena beberapa pertimbangan. Salah satu yang diungkapkan adalah: (1) sudah kadaluwarsa; (2) daaaaaan… yang ini paling menyakitkan diucapkan oleh Aspri Ibu Ani SBY bernama Nurhayati Assegaf , SH dirumahnya didaerah Cililitan malam hari ketika saya desak apa jawaban dari Ibu Negara Ani SBY: ”… karena Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono ‘hanyalah’ Presiden biasa!”

Secara pribadi lalu mereka mendekati saya, agar berkeinginan untuk bergabung dalam wadah Partai Demokrat untuk kedepannya dikader dan dibina. Rencana nantinya saya dapat bocoran A1 akan dikirim kesalah satu negara di Eropa Timur menjadi Duta Besar. Yang penting asal mau menjadi kader PD, dibina dalam masa kurang-lebih setahun, dan melupakan perjuangan saya untuk rakyat Banten terkait perlawanan atas kecurangan sistemik Ratu Atut dan keluarga besarnya (Ayahnya)!

Kalau saya silau dengan kedudukan duniawi tersebut dan melakukan perjuangan untuk diri sendiri, tentu seperti Mas Amris Fuad Hasan teman baik saya saat di PDIP lalu, walau partainya bersikap sebagai oposisi namun tawaran emas seperti itu seharusnya wajib diambil. Mas Amris Fuad Hasan (PDIP) hari ini adalah Duta Besar di New Zealand atas jasa baik Vera Rumangkang (PD/Anggota DPR RI Komisi XI/mantan calon Kakak Ipar Angelina Sondakh lalu) dan ayahnya Pak Ventje Rumangkang yang sangat saya hormati (beliau ini sangat humble dan murah hati/dermawan). Terakhir masa tugas kami – Mas Amris dan saya – adalah ke Geneve, Swiss untuk merapihkan persiapan IPU (International Parliement Union) yang diadakan di Jakarta tahun depannya. Posisi saya sat itu adalah Wakil Ketua Ketua Delegasi Indonesia yang berpusat di IPU, Geneve, Swiss yang Ketua Delegasi Indonesia-nya dipegang oleh Mas Amris (kedua dari kami saat itu adalah PDIP). Namun sejujurnya dari hati sanubari saya yang terdalam ingin saya sampaikan rasa terimakasih serta penghargaan yang luar biasa atas tawaran kesempatan yang pernah ditawarkan kepada saya kemarin itu. Saya ingin mengambilnya bilamana kompetensi saya mencukupi untuk menjadi seorang Duta Besar, seperti almarhum Ayah Mertuaku yang memang seorang Diplomat Karir.

Mungkin kalau tawaran itu diberikan kepada Ikang Fawzi suamiku hari ini ceritanya akan berbeda, karena Ikang adalah anak keluarga besar Deplu dan dibesarkan dalam lingkungan Deplu diluar negeri. Serta partai dimana suamiku bergabung (PAN) adalah ketua tim sukses pada Pilpres 2009 yang baru lalu ini – Bapak Hatta Radjasa. Sehingga tawaran saat lalu sebagai barter perjuangan saya di Banten saya anggap sebagai salah alamat. Seharusnya diberikan kepada Ikang Fawzi suamiku. Sementara saya hanya ingin mendampingi suami sajaaaa… itu juga jikalau kelak tawaran itu datang lagi! Namuuuun… tawaran yang datang untuk Ikang lho, jadi tidak perlu untuk saya! Biar Ikang Fawzi suamiku saja yang menjadi Duta Besar seperti almarhum Dato’ Fawzi Abdulrani Ayahnya dan seperti Mas Amris Fuad Hasan kawan baikku, biar saya jadi Ibu Dubes-nya saja seperti Ibu (Ratu) Setia Nurul Muliawati almarhumah Ibu Mertuaku saat lalu. Saya tidak akan pernah ingin ‘menjual’ keyakinan perjuangan Banten dengan kedudukan apapun juga. Karena akan mencemarkan value of persistency yang selama ini saya jaga didalam nawaitu-ku.
Pernyataan KPU yang Melemah Tidak Melegakan!

Apakah saya berbahagia dengan pernyataan Prof. Dr. Hafiz Anshari Ketua KPU yang didalam gambar headline Kompas hari ini didampingi Putu Artha dan Andi Nurpati? Saya hanya dapat menyunging senyum kecil diujung bibir. Dalam hati saya ‘berteriak’: “ Yess! Wayamkuruna wayam kumullaaaaah… wallahu khoirun maakiriin”, yang artinya kurang lebih adalah “silahkan wahai kalian manusia untuk merencanakan makar, namun sesungguhnya Allah SWT Azza wa Jalla adalah Maha Pembuat Makar!” Strategi KPU yang menunda mengesahkan putaran ketiga Pileg 2009 dimana terdapat 40 nama yang sesungguhnya berhak secara konstitusional – nama saya Marissa Haque Fawzi berada didalam 16 daftar nama Caleg asal PPP dapil Jawa Barat (bukan lagi dapil lama di Jabar 1 sesuai Undang-undang!) – saya ‘duga’ telah dibalas oleh Sang Maha Kuasa dengan ‘menggulung’ mereka atas munculnya gugatan Zainal Ma’arif kader Demokrat – dulu kader PPP, terus PDIP (Mega-Bintang), lalu PBR (dan menjadi salah satu Ketua DPR RI), kembali ke PPP (dilantik bersama saya tahun lalu), belakangan 2009 ini menjadi Demokrat) – yang mengancam secara konstitusi dengan men-DELEGITIMASI keabsahan perjalanan Pilpres 2009 karena menghasilkan MARGIN OF ERROR hampir 40%! Sehingga paket dari hancurnya kualitas pengelolaan Pilpres 2009 adalah karena bukan ditangani oleh ahlinya. Juga berarti sama dengan rencana Negara menjebloskan Ketua KPU 2009 beserta seluruh ketujuh perangkat komisionernya untuk ‘nyantri’ dipenjara! Allahu Akbar! Para ahli agama Islam dengan gelar Professor, Doktor, SAg, dll kenapa harus mereka yang mengurus urusan sepelik KPU dan Pilpres yang akan menentukan hajat hidup sekitar 225 juta penduduk Indonesia? Mereka saya duga TIDAK MEMILIKI KOMPETENSI dibidang Politik dan Statistika! Saya duga lebih jauh bahwa mereka hanya mengerti urusan akhirat! Itu juga kalau mereka faham bahwa tidak menjalankan amanah rakyat, sebanarnya berati sama juga dengan bermakna masuk neraka setelah mereka keluar kelak dari penjara didunia!

Pernyataan KPU 2009 pagi tadi di Kompas halama depan, justru menambah catatan kami-kami bahwa ada hal yang lebih buruk yang sebentar lagi kami duga akan terjadi. Karena dampak bom Marriot membuat aparat se-Indonesia jadi punya alasan untuk meningkatkan kesiagaannya dan berjaga dalam kondisi ‘siap perang.’ Namun perang dengan siapa??? Dengan rakyat sendiri??? Kenapa pagar kawat duri didepan Istana Negara harus lebih heboh dan tebal dibanding kawat Kedutaan Besar Amerika Serikat yang selama ini dianggap adalah target demo rakyat yang sedang ‘ngambek’ pada Negara adikuasa tersebut? Saya menduga ada yang salah dengan strategi yang telah dijalankan oleh pemerintahan SBY-JK lalu. Bahwa 60%-an rakyat berbondong-bondong memilih SBY-Boediono dari yang eligible to vote bukan berarti merepresentasi hajat hidup seluruh bangsa Indonesia. Apalagi bagi kita semua yang faham betul beberapa teori: (1) Teori Media/Political Marketing; (2) Teori Konspirasi; dan (3) Strategi Perang Tsun Zhu (Enclave and Pre-Emptive).

Ledakan Bom di Ritz dan Mariott juga mengalihkan fokus sebagian besar rakyat Indonesia dari BOM SESUNGGUHNYA yang berasal dari ketidakpuasan hasil yang diduga sangat curang dan sistemik SE-INDONESIA mulai dari DPRD tingkat 2, DPRD tingkat 1, dan… DPR RI. Semuanya akan bermuara kepada delegitimasi pelaksanaan dan hasil Pilpres 2009 lalu. Kita semua faham bahwa didalam riset dalam koridor akademik, margin of error yang masih dapat ditoleransi hanya 5% saja. Nah, kalau sampai 40%??? Maka jawabannya adalah BIAS, alias tidak soheh atau tidak reliable dan tidak accountable! Arti lebih lanjut lagi??? Ya, memang sejujurnya walau pahit HARUS DIULANG! Ada uang atau tidak ada uang, itu soal yang berbeda, namun dengan melihat title akademik yang terhormat Bapak SBY yang Doktor dari IPB Fakultas Ekonomi Pertanian dengan IPK 4 murni, maka dengan segala kerendahan hati ingin saya sampaikan demi nama baik IPB salah satu almamaterku tercinta agar Pak SBY memakai cara pandang metodologi soheh yang dipakai disaat membuat disertasinya dulu. Bahwa margin of error tidak boleh lebih dari 5%. Dan bila lebih dari 5%, maka… WAJIB DIULANG! Karena tidak soheh dan bias. Hapunteeen… maaf sejutaaaaa… kami sangat menginginkan dari Bapak Presiden SBY bahwa sebagai lulusan dari salah satu respectable university di Indonesia, Bapak SBY memberikan contoh kepada kami para yuniornya juga sekaligus contoh bagi kepada seluruh rakyat Indonesia terkait masalah KEJUJURAN – termasuk kejujuran akademik – yang bukan semata SANTUN dan MEMAKAI AKAL SEHAT seperti yang sering Bapak Presiden ungkapkan selama ini.
Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Marissa Haque Duta WWF Untuk Badak Cula Satu Banten



Marissa Haque: Sang Duta yang Gigih memperjuangkan Pelestarian Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)

Marissa Haque juga merupakan selebritis dan produser film yang sangat peduli pada kelestarian Badak Jawa. Kepeduliannya diwujudkan dengan kesediaannya menjadi Duta bagi Badak Jawa, yang jumlahnya tinggal kira-kira 50-60 ekor.

Sebagai duta, Marissa juga ikut menyebarluaskan informasi tentang pentingnya pelestarian Badak, bahkan ia terlibat langsung dalam pembuatan film dokumenter tentang badak jawa yang saat ini masih dikerjakannya. Marissa selalu mengaitkan berbagai isu sosial ekonomi dengan pelestarian badak, karena kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. “Saya akan bantu untuk mencari pasar ekspor bagi patung-patung badak yang dibuat oleh masyarakat sekitar,” tegasnya.

Diskusi santai di areal food court ini tidak hanya membicarakan Badak Jawa saja, tetapi juga berbagai aspek pelestarian terkait lainnya yang tidak boleh diabaikan untuk menjamin kelestariannya, mulai dari isu Usaha Kecil Menengah (UKM) hingga isu pemberdayaan perempuan. Tim WWF-Ujungkulon dengan kompaknya berbagi cerita tentang berbagai upaya yang dilakukan untuk melestarikan Badak Jawa ditengah situasi pelanggaran batas hutan dan penebangan liar yang marak terjadi di sekitar TN Ujung Kulon.

Iwan ‘Podol’, peneliti WWF-Indonesia di Ujungkulon membahas keadaan hewan yang perburuannya sudah dihentikan sejak tahun 1990-an ini. Pengalaman sehari-hari dilapangan saat melaksanakan upaya pelestarian dan perlindungan badak jawa, mengalir lancar dari Pak Uus, anggota Rhino Patrol Unit dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Sementara Bapak Warca, ketua Koperasi Kagum dan Pak Komar dari Wakil Masyarakat Ujung Kulon bercerita bagaimana kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pembuatankerajinan, khusunya patung badak, wisata lingkungan, dan penyaluran credit union di sekitar Taman Nasional berdampak positif bagi upaya perlindungan lingkungan secara keseluruhan.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah demonstrasi pembuatan patung badak, demo pembuata T’shirt badak, pameran foto hasil tangkapan camera traps, dan tentunya acara door prize. Sesi tanya jawab antara para nara sumber dengan peserta sangat dinamis, tampaknya selain pemandu acaranya memang piawai memancing minat peserta, tampaknya masyarakat mulai menyadari arti penting ikut berperan serta dalam upaya pelestarian lingkungan. Mudah-mudahan dimasa mendatang, bukan hanya Marisa Haque yang bersedia menjadi duta, tetapi muncul duta-duta lainnya dengan kegigihan dan keseriusan untuk melestarikan lingkungan.

Marisa Haque bersama staff Ujung Kulon berbagi cerita tentang uapaya pelestarian Badak/Desma

Prakata Bahasa Indonesia Dalam Disertasi Doktorku



Pembalakan liar/illegal logging marak terjadi di Indonesia. Khusus di Provinsi Riau, pembalakan liar/illegal loging berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Indikasi kerusakan lingkungan akibat pembalakan liar/illegal loging ini ditunjukkan dengan semakin meluasnya kejadian bencana alam semisal banjir badang, kekeringan, kehilangan spesies tumbuhan dan fauna, dan lain sebagainya. Upaya pemberantasan pembalakan liar/lllegal loging ini telah dilakukan sejak lama, namun belum dapat memberikan dampak jera terhadap para pelakunya karena instrumen hukum positif yang tersedia di Indonesia sampai dengan hari ini belum mampu secara maksimal menjerat mereka. Sehingga hingga kini pembalakan liar/lllegal loging masih marak terjadi secara hampir merata diseluruh Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis dampak pembalakan pembalakan liar/illegal loging terhadap kondisi ekologi, ekonomi, sosial di Provinsi Riau; (2) menganalisis sistem hukum yang tersedia di Indonesia terkait dengan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging; serta (3) mendesain model kebijakan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging yang efektif, efisien dan berkelanjutan dengan partisipasi aktif para stakeholders dibidang kehutanan, transparansi proses peradilan dari tingkat dasar sampai dengan Mahkamah Agung dibantu dengan dukungan perkembangan teknologi informasi.

Dengan terselesaikannya disertasi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.Ir. Dudung Darusman,MA selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta kepada Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS, Prof.Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS, dan Prof.Dr. Daud Silalahi,SH dimana masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan masukan dan arahannya sejak dari penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai dengan terselesaikannya penulisan disertasi ini. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan pahala beribu kali lipat kepada mereka semua dan menjadikan segenap ilmu pengetahuan yang ditransfer kepada penulis melalui Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor akan menjadi amal ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging di Indonesia pada masa mendatang.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS dan Dr.Ir. Etty Riani,MS, masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor yang membuat mimpi penulis untuk menjadi seorang Doktor dari sebuah respectable university berbasis ilmu eksakta di IPB menjadi kenyataan.

Khusus kepada Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS, selaku Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB yang senantiasa memberikan arahan, motivasi serta dorongan terus-menerus kepada penulis khususnya pada saat dimana rasa percaya diri, semangat juang, menuju seorang intelektual civitas academica sejati terkait dengan proses penyelesaian disertasi ini sering berfluktuasi.

Yang sangat tidak pernah penulis lupakan adalah upaya dan keikhlasan hati Dr.Ir. Asep Saefuddin,MSc dan keluarganya, yang saat itu menjabat sebagai Purek IV Bidang Pengembangan Usaha IPB, dan Bapak Prof.Ir. Rokhmin Dahuri,MSc,PhD yang tanpa lelah terus meyakin diri penulis bahwa PSL-IPB adalah tempat kuliah yang pas bagi saya sebagai seorang legislatif untuk menyelamatkan bumi dari kerusakannya. Dan bahwa program Doktor di PSL adalah jurusan transdisiplin ilmu, sehingga memungkinkan saya dengan latar belakang ilmu hukum dapat mengikutinya. Dengan catatan asalkan lulus tes.

Khusus kepada tiga mutiara cinta penulis Drs. Ahmad Zulfikar Fawzi (Ikang Fawzi) serta kedua anakku Isabella Muliawati (Bella) dan Marsha Chikita (Kiki), terimakasih banyak untuk cinta, pengertian, dorongan semangat yang tak kunjung putus selama ini. Juga permohonan maaf atas sejumlah waktu kebersamaan berkualitas yang menjadi berkurang karena terpakai untuk riset kelapangan serta proses penyelesaian disertasi yang didalam melangkah tidak pernah sederhana.

Kepada (alm) Papa H. Allen Haque dan (alm) Mamaku R.Ay Mieke Soeharijah yang penulis yakini bibit spirit belajar dan kesukaan atas membaca serta mengoleksi buku, mengkliping berita, serta ‘memulung’ ilmu yang tak pernah berhenti, menurun, tumbuh dan berkembang pada diri penulis semenjak kecil sampai seumur sekarang.

Juga kepada Dato’ Fawzi Abdulrani the singing ambassador ayah mertua penulis dan ibu mertua penulis (alm) Ibu Setia Nurul Muliawati binti Mu’min yang selalu mendoakan kelancaran studi dan riset di IPB selama ini.

Tak lupa juga kepada yang setia Sekretaris penulis R.A. Menik Kodrat, Pak Didin Supirku, serta Bambang Jaim anak asuh penulis yang selalu mendampingi siang dan malam, serta dalam suka dan duka. Selalu tepat waktu dan tahan menderita bersama didalam menyiapkan segala fasilitas pendukung selama penyelesaian disertasi ini.

Kepada Bapak Jamal Gozi dan Bapak Riksa dari PT. Sarung Cap Gajah Duduk yang pertamakali tergerak hatinya untuk memberikan sponsor riset awal ke Provinsi Riau diawal tahun 2007. Dari sana, terkait dengan delik pidana pembalakan liar/illegal loging yang sangat marak serta tak terkendali, bersama konsorsium NGO Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) dan Walhi Riau alhamdulillah saya berhasil mengumpulkan banyak data primer dan sekunder. Saya merasa sangat tersanjung ketika Mas Santo sebagai Ketua Jikalahari serta seluruh jajaran tim diantaranya Mas Kaka (Khairiansyah), Mbak Ayu dan Mas Joni Mundung dari Walhi Riau dengan sangat bersahabat menerima saya dan tim untuk bergabung kedalam tim besarnya.

Termasuk kebaikan hati Wakil Gubernur Provinsi Riau asal PPP, Bapak H. Wan Abubakar yang sempat menjadi Gubernur Riau definitif selama tiga bulan dimasa transisi tahun 2008 lalu.

Yang saya sayangi adinda Rozi alias Oji dan Faisal Umar dari harian Tribun Pekanbaru/Persda/grup harian Kompas, yang dengan semangat tinggi selalu memberitakan seluruh kegiatan riset saya hampir dalam setiap kali kunjungan ke Provinsi Riau.

Serta pengahargaan sangat tinggi kepada para polisi teladan Indonesia beserta seluruh jajaran Mapolda Riau, mantan Kapolda Riau saat itu yang sekarang menjadi Gubernur Akpol (Akademi Polisi) di Semarang Bapak Irjen Pol Drs.Sutjiptadi,MM dan istrinya Ibu Ririek Sutjiptadi. Yang dengan penuh kekeluargaan merangkul saya dan tim riset dari unsur sub-element masyarakat didalam langkah besar Polda Riau menertibkan aktivitas pembalakan liar/illegal loging di Provinsi Riau. Berbagi data dan informasi dari hasil kerja optimal Polda Riau saat itu merupakan sebuah ‘kemewahan luar biasa’ bagi saya, mengingat dari sana fokus langkah saya didalam menetukan arah pertanyaan bagi data primer lainnya kemudian menjadi lebih mudah dan terarah.

Kepada Sekretaris Bidang Kepaniteraan MA RI (Mahkamah Agung Republik Indonesia) Bapak H.R.M Anton Suyatno,SH,MH dan mbak Ayu Verliani,SH yang pada detik-detik terakhir penulisan disertasi ini memberikan informasi tentang sistem IT yang segera pada tahun 2009 ini akan diimplementasikan. MA RI bersama PSHDK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) yang diwakili oleh Mas Arya, SH, LLM berusaha memperbaiki image Mahkamah Agung yang selama ini minor dengan upaya menjawab tantangan zaman dengan instrumen IT, demi menuju Good Judicial Governance institusi peradilan tertinggi Indonesia selain MK (Mahkamah Konstitusi).

Yang saya kasihi Bunda Emilia Contessa dan Pak Usamah suaminya, fungsionaris PPP yang turut memberikan dukungan dana riset pada saat kondisi alokasi dana riset saya semakin menipis, lalu ternyata masih dibutuhkan sekali lagi untuk yang terakhir kali balik kembali ke Provinsi Riau. Kedatangan terakhir tersebut persis seminggu sebelum meninggalnya Pak Kajati Riau saat itu (alm) Djaenuddin,SH,MH. Upaya tersebut adalah untuk langkah konfirmasi penutup/final dalam re-in depth interview dengan Kajati Riau (Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau) terkait dengan pertanyaan saya yang belum terjawab tentang parameter yang dipakai oleh Kejaksaan disaat megeluarkan putusan: “… pelaku delik pidana pembalakan liar/illegal loging tidak dapat dibuktikan perbuatan melawan hukumnya.” Tanpa kedatangan saya terakhir tersebut, tak mungkin saya mendapatkan pandangan awal yang lumayan terbuka terkait crusial points dalam pembuktian delik pidana perbuatan melawan hukum (onrechtmatigheidsdaad) delik pidana pembalakan liar/illegal loging, yang selama ini diduga membuat berkas penyidikan prima Polda Riau harus dibuat menjadi sembilan kali bolak-balik antara Polri-Kejaksaan yang berujung antiklimaks dengan dikeluarkannya SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Perkara) pada bulan Desember 2008 lalu.

Khusus kepada Ustad Ahmad Jaro salah seorang Mursyid Tasawuf saya dan asistennya Ketua Yayasan Hasbunallah Mas Tri beserta seluruh keluarga besar Yayasan Hasbunallah dari Kota Tanjung, Kalsel. Jazakillah khoir atas doa yang tak pernah berhenti dipanjatkan bagi keselamatan saya dan tim NGO, yang mendampingi selama berada dihutan Provinsi Riau. Dan juga dana urunan dari jamaah yang diam-diam selalu dimasukkan kedalam tas atau koper saya selama kunjungan spiritual ke Tanjung kemarin, sebagai ekspresi dukungan penuh atas upaya dan kerja keras saya didalam membantu NKRI memerangi pembalakan liar/illegal loging.

Yang terhormat Duta Besar RI di Belanda Bapak Fanny Habibie yang secara sangat surprise dengan segala kerendahan hati terketuk hati terdalamnya yang saya yakini dikirim oleh Allah SWT untuk menjawab doa panjang saya agar memperoleh kemudahan dana bagi pemenuhan ujian terbuka Doktor saya ini. Pak Fanny menelpon saya langsung dari KBRI di Wassenaar, Belanda tengah malam buta waktu Banten, dan keesokan siang dana hibah beliau langsung masuk kerekening saya dengan jumlah persis sama dengan kebutuhan prosedur administrasi ujian terbuka program Doktor PSL-IPB.
Yang terkasih keluarga besar PPP di Kalimantan Selatan, Bapak Gubernur Rudi Arifin dan Ketua DPRD Kalsel Bapak Saiful Tamliha yang juga membantu menambah biaya sponsor untuk ujian terbuka Doktor saya pada menit-menit terakhir dibutuhkan.

Yang membantu disaat tak terduga belakangan ini, Ketua Umum PPP Bapak Drs.H.Surya Dharma Ali,MSi dan istri Ibu Dra.Hj.Wardatul Asriah yang mendorong penulis agar serius menyelesaikan ujian akhir program Doktor ini agar bersegera dapat menambah jumlah kader intelektual PPP untuk bersama merancang kebangkitan ummat dalam waktu dekat ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dengan ketulusan dan keikhlasannya telah membantu penyelesaian studi Doktoral di IPB ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh anda semua kepada saya. Amin.

Semoga disertasi ini walau kecil dan sederhana dapat memberikan setitik sumbangsih harap langkah awal yang paling krusial dan paling jarang dilirik bagi penegakan hukum berdampak jera, untuk seluruh pelaku delik pidana pembalakan liar/illegal loging di Indonesia. Kedepannya Indonesia menunggu kedatangan seorang pemimpin ‘Ratu Adil’ yang ikhlas memberikan keberpihakan pikiran, hati, energi, dan pengaruh kewenangan keputusannya bagi perlindungan keseimbangan lingkungan hidup dan kelestarian hutan tropis Indonesia.

Bogor, April 2009.



INILAH.COM, Jakarta – Meski tercatat sebagai caleg di Pemilu 2009, Marissa Haque memilih untuk berkampanye tentang keselamatan bumi ketimbang mempromosikan diri di hadapan konstituennya. Itu sebanya politisi Partai Persatuan Pembangunan ini mengaku lebih suka bicara soal lingkungan daripada politik.

Oleh: Arief Bayuaji

MARISSA HAQUE : CEGAH KANKER DENGAN BUAH MERAH



Keluarganya memiliki riwayat kanker. Untuk itulah, wanita yang satu ini sejak dini memperhatikan kesehatannya. Apa saja yang dilakukan?
Di sebuah media, adik kandung Marissa Haque, Soraya mengaku ada kekhawatiran dalam dirinya soal kesehatan. Nyawa ibundanya terenggut oleh kanker ovarium (indung telur). Sang ibu kemungkinan mewarisi penyakit itu dari neneknya. Penyakit yang sama juga kemudian mengenai adiknya, Shahnaz Haque, sehingga satu indung telurnya harus diangkat.
“Kalau ada ibu yang menderita kanker dan mempunyai anak perempuan, maka bibitnya akan terbawa. Dengan sejarah seperti itu, saya harus hati-hati,” jelas Soraya di sebuah media. Menurutnya, perempuan lebih rentan untuk menderita kanker dibanding pria, karena alat reproduksi perempuan lebih rumit.

Untuk itu, sejak usia 30 tahun, Soraya yang rajin berpuasa ala Nabi Daud ini menjaga jarak dengan daging merah juga makanan kaleng dan awetan. “Sedapat mungkin saya menghindarinya. Sebagai gantinya, saya mengonsumsi daging putih atau ikan dan makanan segar,” katanya membuka rahasia. Setahun sekali, dia menjalani mammografi dan pap smear untuk memantau kesehatan payudara serta organ reproduksinya.
Dengan kenyataan itu, Marissa Haque mau tak mau juga berhati-hati seperti yang dilakukan Soraya. Sebagai catatan, Marissa juga mengalami masalah kesehatan yakni gangguan tiroid. Marissa juga melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi munculnya sel kanker lantaran orangtuanya mengidap penyakit serupa.

Untuk itu artis cantik ini mengkonsumsi masing-masing sebuah kapsul buah merah dan kapsul Virgin Coconuts Oil (VCO) setiap hari. Selain itu juga untuk menjaga kebugaran. “Stamina meningkat drastis. Jika sehari tidak mengkonsumsi, badan pegal dan drop,” kata artis yang dijadikan ikon buah merah oleh sebuah perusahaan farmasi itu.Menurut Marissa, dalam keluarganya ia pun melakukan hal serupa yakni melakukan tindakan pencegahan. Untuk itu, dibiasakan anak-anaknya mengkonsumsi sayuran dan buah.
*. tommy
Sumber: www.posmo.net

Selamatkan Bumi Dengan Tanganmu


IPB dan Lingkungan Hidup

Hari hari belakangan ini saya merasakan sebuah ‘kemewahan’ luar biasa dan agak ge-er bahwa saya being chosen untuk dapat turut menikmati pendidikan disalah satu kampus terbaik dinegeri ini IPB (Institut Pertanian Bogor). Walaupun disaat SMAN 8 (sekolah unggulan di Jakarta saat itu) saya lulus dari jurusan IPA, namun dengan seribu persen kesadaran penuh saya memilih sebuah fakultas dimana sayapun selalu punya waktu luang untuk shooting film yang menjadi instrumen aktualisasi diri saat itu. Akhirnya pilihan jatuh kepada Fakultas Hukum. Dan sebagai lulusan Fakultas Hukum saya tidak berani bermimpi untuk berdekat-dekatan dengan sebuah universitas yang sangat eksakta semacam IPB ini. Namun, sejarah hidup menetukan lain disaat saya masih duduk sebagai anggota DPR RI melalui suami Ce’ Hetty Koes Endang yang bernama Yusuf Emir Faisal, PhD (DPR RI/Fraksi PKB) dan Prof. Dr. Rokhmin Dahuri (Menteri Kelalutan/PDIP) ditambah dorongan teman sesama kader PDIP asal Jambi Elviana dan Prof. Dr. Asep Saefudin, MSc sebagai Purek 4 IPB bidang Pengembangan Usaha saya mencoba ikutan tes masuk program Doktor dan surprisingly lolos pada sekitar tahun 2005.

Ketertarikan saya pada program PSL (Pusat Studi Lingkungan) ini karena memang menyaksikan dengan mata kepala sendiri kehancuran bumi didepan mata namun pemerintah Indonesia sangat naif didalam mengahadapi semua gejala kehancuran alam oleh keserakahan manusia penguasanya. PSL sebagai satu-satunya jurusan yang “multidisiplin” di IPB, juga menyediakan kelas eksekutif bagi orang-orang sibuk yang ingin tetap mengisi kognisinya dengan bidang keilmuan akademik (resmi) namun terhadang kesibukan waktu kerja dan tanggung jawab sosial lainnya. Saya masuk dikelas eksekutif Jumat dan Sabtu di Kampus Baranangsiang, Bogor ini selain karena memang dihari kerja sibuk sebagai anggota DPR RI, juga karena keuangan saya masih sangat lapang disaat itu. Dikelas tempat saya belajar dengan interior manis ber-air condition seperti sekolahku saat di Ohio, Amerika Serikat dulu adalah juga ruang kelas dimana Presiden SBY bersekolah. Sembari bercanda saya dan teman-teman sekelas sering ikutan gantian duduk ditempat Pak SBY dulu duduk dan mengatakan: ” … aaaah… siapa tahu jadi Presiden juga, atau minimal Menteri deeeeh!” tawa kami sekelas berderai bersahut-sahutan. Namun apakah sedemikian mudah lulus dari PSL-IPB? Hmmm… saya belum ingin menjawabnya pada tulisan pertama terkait IPB ini. Karena saya ingin memulainya dengan yang ringan-manis-lucu, sehingga enak untuk disimpan mengkristal didalam memoriku.

Dr. Etty Riani dari IPB

Tidak semua pengajar – para dosen – yang dapat berfungsi sebagai fasilitator. Sebenarnya hal ini terjadi dimanapun juga baik di IPB maupun kampus lain, dalam hal ini saya sangat yakin. Dari sejumlah pengajar yang dekat dihati – karena yang bersangkutan telah dipindah kejurusan lain di IPB karenanya saya ingin mengekspresikan rasa terimakasih saya kepada yang bersangkutan – adalah Ibu Dr. Etty Riani, Msi. Beliau ahli ikan dan air (limbah cair dan lain sebagainya). Rumahnya di Bogor dilokasi antara kampus Baranangsiang dan Darmaga. Orangnya pintar namun sangat bersahaja serta rendah hati sesuai dengan rata-rata karakter dasar para pengajar di IPB – sweet and tender hearted lecturers.

Sudah lama saya tidak bertemu dengan Bu Etty – demikian panggilan sayang kami sekelas untuknya. Terakhir jumpa disekitar akhir tahun lalu saat beliau tampil menjadi salah seorang pembicara pada diskusi ilmiah di Universitas Terbuka, Situ Gintung, Ciputat sekitar 5-10 menit dari rumahku di Pelangi Bintaro. Dengan rasa rindu saya menemui Bu Etty, menjemputnya serta mengajaknya makan Soto Betawi didepan rumahku yang terkenal kelezatannya diseantero Bintaro.

Saya sempat duduk sebagai peserta tamu diantara para peserta pada seminar tersebut yang mengangkat topik menarik yaitu tentang Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Kita semua mengetahui bahwa lingkungan kita sekarang sudah benar-benar terancam dan kelestariannya sudah sangat menganggu sehingga dikhawatirkan tidak mampu mewariskannya untuk anak cucu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak kebijakan Indonesia belum menunjukkan keberpihakannya terhadap keseimbangan lingkungan hidup – sustainable developments. Padahal masalah kerusakan lingkungan hidup sudah mencapai batas yang sangat mengkhawatirkan. Nah, pada seminar dengan topik Energi Alternatif Ramah Lingkungan itulah Bu Etty tampil sebagai salah seorang pakar mewakili IPB. Kapasitas Ibu Dr. Ir. Etty Riani saat itu sebagai Sekretris Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pasca Sarjana IPB.

Bu Etty hari ini sudah tidak lagi berada di PSL-IPB, isu santer yang masuk ketelinga kami karena adanya internal politicings didalam jurusan ini. Walau sebagian lagi secara normatif formal mengatakan karena kontrak kerja Bu Etty sudah selesai dan tidak diperpanjang oleh Ketua Bidang Studi (bukan Dekan karena PSL bukan sebuah Fakultas). Beberapa mahasiswa adik kelasku mengatakan bahwa sebagian besar dari mereka merasa sangat kehilangan seorang sekretaris jurusan yang penuh perhatian dan pembimbing disertasi yang dengan hati ikhlas tanpa pamrih menjalani fungsinya. Jauh dilubuk hati yang terdalam saya merasa teramat-sangat-kelewat prihatin, bahwa berpolitik praktis bukan terjadi hanya sekedar berada digedung DPR RI namun juga hadir didalam respectable kampus seperti IPB.

Selamatkan Bumi Dengan Tanganmu

Kenangan mendalamku kepada Bu Etty adalah ketika kami semua didalam kelas selalu diingatkan agar melakukan tindakan penyelamatan bumi melalui tindakan sekecil apapun dan melalui disiplin ilmu apapun. Jadi bukan sekedar si ahli air (hidrolog) atau si ahli tanah (agronom) semata yang memikul tanggung jawab kelestarian lingkungan hidup namun kami-kami dari jurusan hukum dan ilmu sosial kemasyarakatan lainnya juga punya kewajiban memikul tanggung jawabnya. Terkesan seakan sebuah pemaksaan memang, namun dari sana saya merasakan adanya pembelaan dari seorang sekretaris program terhadap pandangan sinis dan ‘sebelah mata’ anak-anak eksakta terhadap kehadiran kami para mahasiswa pasca sarjana kelas Doktor dari jurusan non-eksakta di PSL-IPB.

Rupanya Bu Etty sering dipanggil sebagai saksi ahli bidang ANDAL (Analisan Dampak Lingkungan) dan AMDAL (Ananlisa Mengenai Dampak Lingkungan) dibeberapa pengadilan terkait kasus delik pidana lingkungan hidup. Dan selalunya (sebagaian besar) argumen ilmiah dari Bu Etty dan timnya (sebagian besar dari IPB) dikalahkan dipengadilan hanya karena ‘dugaan’ politisasi hukum dari keuangan yang maha kuasa dari yang ‘diduga’ para pelaku aktif mafia peradilan Indonesia. Inilah concern Bu Etty terhadap penegakan hukum pidana lingkungan hidup di Indonesia dimana IPB sebagai salah satu institusi pendidikan ditanah air yang memiliki jurusan lingkungan hidup belum dapat meneriakkan kebenaran Segi Tiga Munasinghe yang berisi keseimbangan dari ekologi-ekonomi-sosial didalam sebuah kerangka pikir sistemik yang holistik serta integrated.
Ibu Doktor Etty Riani adalah “IBU” kami di PSL-IPB. Posisi Ibu Etty dimasa kami sekelas kuliah tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun juga penggantinya hari ini. Dari kelompok saya sekelas ada yang sudah lulus, ada yang dipersulit dosen karena ‘diduga’ melakukan delik pidana pemerasan pendidikan, ada yang mulus proses disertasinya karena memiliki keleluasaan finasial dan posisi dikedirjenan tertentu ditanah air, ada yang masih jalan ditempat tidak maju-maju, dan ada yang sedang bersiap menemui Pak Rektor karena hak azazi manusianya (HAM) tidak dilindungi akibat komersialisasi pendidikan oleh oknum tertentu yang secara nyata besinggungan dengan delik pidana pendidikan bilamana secara internal tidak dicarikan jalan keluarnya, dan lain sebagainya. Harus diakui memang dunia pendidikan ditanah air masih eksklusif dan belum menjadi tempat bagi setiap orang untuk menuntut ilmu.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada seluruh institusi pendidikan ditanah air, dan tanpa melakukan penyeragaman serta tanpa harus menunjuk nama institusi pendidikan tertentu, kita harus mengakui bahwa mafioso pendidikan di Indonesia memang ada dan mereka eksis serta tersebar dimana-mana! Jadi bagaimana kedepannya kita wajib bersikap didalam menghadapi gaya menejemen institusi pendidikan seperti model ini, wa bil khusus terkait dengan UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang baru saja diketok-palukan namun mendapat respon negatif disana-sini dari seluruh Indonesia.

Selamatkan bumi dengan tanganmu menurut pesan Bu Etty, bagi saya hari ini juga termasuk pesan bagaimana menyelamatkan dunia pendidikan ditanah air yang berada diatas kulit kerak bumi didalam menejemen negara bernama Republik Indonesia. Semoga IPB menjadi salah satu pionir yang berani mengatakan BERANTAS MAFIA PENDIDIKAN di Indonesia!

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Sedikit Oleh-oleh Cerita Dibalik Layar Shooting Iklan Oil of Olay 2009


Bersama dengan enam figur publik yang terpilih — pada tanggal 10 Juni 2009 — seharian ini saya menyelesaikan shooting iklan versi baru Oil of Olay. AB-Three (Nola, Chyntia, Widi), kakak beradik keluarga Haque (Marissa, Soraya, dan Shahnaz), plus Ira Wibowo. Tujuh perempuan berkeluarga yang berpenampilan terjaga serta mampu tampil cerdas luar dalam, berbagi pengalaman dalam hal tujuh masalah perempuan usia matang untuk seluruh perempuan cerdas Indonesia. Alhamdulillah, kami bertujuh mendapat kepercayaan dari salah satu perusahaan consumer good multinasional P & G (Procter and Gambler) yang kantor Asia Tenggara-nya berpusat di Singapura. Kontrak saya pribadi dengan P & G ini telah diperpanjang sebanyak tiga kali, sekali lagi alhamdulillaaaah… dengan jilbab yang bertengger dikepalaku dan menjadi satu-satunya model ‘berusia terbanyak’ diantara ketujuh dari kami, saya diperbolehkan untuk ‘bersuara’ mewakili produk perawatan kecantikan terkenal didunia ini mewakili kelompok muslimah.

Ada cerita menarik dari Ira wibowo saat bersama ngonbrol pasca jeda di-make up. Once upon a time, Isabella Fawzi (Bella) pada suatu saat distudio Indosiar, Jakarta pernah salah nggelendot pada Katon Bagaskara suaminya karena disangka Bella Katon itu adalah ayahnya – Ikang Fawzi. Secara sepintas sejak sebelum Katon bagaskara dikenal publik dan masih sebagai penyanyi pendatang baru yang sekaligus pramugara Garuda Indonesia memang sering dianggap sepintas memiliki ‘look’ seperti Ikang suamiku. Mantan istri Katon yang dulupun juga pernah saya baca komentarnya disalah satu majalah wanita Indonesia saat lalu.
Singkat kata disaat Bella sadar bahwa dia salah nggelendot dan salah memeluk, tak lama kemudian Bella yang saat itu masih duduk dibangku SMP menangis karena malu takut dianggap ‘lancang,’ padahal saat itu Bella tidak sengaja melakukannya. Bella takut diketawakan oleh orang-orang diruang tunggu studio Indosiar tersebut. Nah, Ira Wibowo rupanya tidak pernah lupa dengan kejadian yang ‘lucu’ tersebut. Dan ketika kami saling bertukar cerita mengenai kondisi keluarga kami masing-masing dan Ira merasa bahagia bahwa Bella ternyata sudah lulus dari Fakultas Sastra Inggris, Universitas Indonesia dan berencana meneruskan pendidikan ditempat Ira dulu kulaih yaitu FISIP-UI jurusan Komunikasi, maka cerita salah ‘nggelendot’ tadi meluncur ringan-santai begitu saja.

Setiap orang tua pasti akan bangga dengan darah dagingnya sendiri, tak terkecuali termasuk Ira Wibowo dan saya Marissa Haque. Kemampuan prima Isabella Fawzi didalam pronunciation, grammar, dan writing dalam Bahasa Inggrisnya, jauh diatas kemampuan saya sang ibu ketika berada diusia yang sama.

Bella semakin besar dan menjadi perempuan muda dewasa. Do’a kami ayah dan ibu untuknya – Ikang Fawzi dan Marissa Haque – bagi keselamatan hidup, karir, rezeki, jodoh, didalam kehidupan dunia dan akhirat.
Amiiinnn… Semoga Allah SWT meng-ijabah doa kami semua ini. Allahu Akbar!

MELENGKAPI TULISAN PAK PRAYITNO RAMELAN : PPP YANG SEMAKIN TERPEROSOK


Melengkapi Tulisan Pak Prayitno Ramelan: PPP Yang Semakin Terperosok yang telah saya baca pada 6 Augustus 2009 — tertulis sampai hari ini telah terbaca sebanyak 1069 Kali – membuat saya semakin mengelus dada ketika sore tadi mendengar dari salah seorang timsesku di Dapil Jabar 1 bahwa PPP masih akan semakin terkoyak dengan akan keluarnya Pak Bachtiar Chamsah membawa gerbong Parmusinya agar dapat mandiri/independent menjadi partai yang dapat memutuskan sendiri akan bergabung dengan siapa, kapan, dan dimana. Sebagai warga baru di PPP tentu saja saya merasa sangat sedih, mengingat hampir setengah dari anggota timsesku kemarin datang dari kelompok Islam Persis, dan Parmusi. Baru yang setengah lagi pendukung NU sesuai dengan garis keturunan Mama-ku almarhumah.

Ada baiknya kelihatannya tulisan Pak Prayitno dapat dibaca oleh tamu yang empat mampir dikolomku ini yang mungkin kebetulan adalah pendukung/simpatisan PPP — partai tertua di Indonesia sampai dengan hari ini sejak didirikannya pada tahun 1974 lalu.

PPP Yang Semakin Terperosok

PPP atau Partai Persatuan Pembangunan adalah sebuah partai senior atau partai politik tua dikalangan partai politik berasas Islam maupun partai yang berbasis massa Islam. Nasib PPP pasca reformasi 1998 tampak semakin meredup. Pada pemilu 1999 PPP meraih 10,71%, pada pemilu 2004 meraih 8,15% dan pada pemilu bulan April lalu, PPP kembali makin terperosok,hanya memperoleh 5,32%, menduduki peringkat keenam dibawah Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS dan PAN. Penurunan perolehan suara dari tiga pemilu tersebut oleh banyak pihak dikatakan lebih banyak disebabkan karena terjadinya konflik di internal partai.
Mari kita telisik partai Islam ini dengan keterperosokkannya.PPP dideklarasikan pada tanggal 5 Januari 1973, merupakan hasil fusi dari empat partai keagamaan yaitu Parmusi, Partai NU (Nahdatul Ulama), PSII (Partai Serikat Islam Indonesia), dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah).
Kepemimpinan PPP sejak awal berdirinya PPP dipegang duet tokoh NU dan Parmusi, yaitu Idham Khalid (Ketua Umum Pengurus Besar NU saat itu) sebagai presiden dan Mohammad Syafaat Mintaredja (Ketua Umum Parmusi). PPP saat itu tidak berhasil menggelar muktamar. Pada pemilu 1977, PPP berhasil menguasai beberapa propinsi mengalahkan Golkar.

Pada 1979 kepemimpinan beralih ke Djaelani Naro, PPP menjadi lemah setelah menerima lambang dan asas parpol yang diputuskan Presiden Soeharto. Pada pemilu 1982 beberapa daerah PPP berhasil direbut oleh Golkar. Pada 1984 NU menyatakan kembali ke khitah, kembali terjadi konflik antara Naro dan kelompok delapan. Pada Muktamar 1989 Naro tergeser digantikan duet Parmusi dan NU, yaitu Ismail Hasan Metareum–Matori Abdul Djalil. Pada 1998 dari hasil Muktamar ke-4 Hamzah Haz terpilih sebagai Ketua Umum PPP.

Hamzah Haz memimpin dalam dua periode 1998-2003 dan 2003-2007. Hamzah menjadi Wapres sejak 2001, saat itu PPP menjadi partai yang disegani. Tetapi pada 2002 kembali terjadi konflik, Zainuddin MZ bersama beberapa tokoh PPP mendirikan PPP Reformasi sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap PPP. PPP Reformasi pada tahun 2003 berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi. Pada 2007 kepemimpinan beralih kepada Suryadharma Ali, dan kembali terjadi konflik dengan Bachtiar Chamsyah Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP. Peristiwa bermula pada September 2008, Suryadharma Ali memecat kader kesayangan Bachtiar Chamsyah di Parmusi, Irgan Choirul Mahfiz, dari kursi Sekjen DPP PPP.

Konflik antara Suryadharma Ali dan Bachtiar Chamsyah menunjukkan, PPP sejak awal nampaknya memang belum mampu mengelola perbedaan pendapat di internalnya. Bahkan, jika ditarik lebih jauh lagi, elit PPP tampak lebih mementingkan kepentingan masing-masing kelompok ditubuh partai. Persaingan unsur-unsur fusi yang pada gilirannya jelas sangat memengaruhi kinerja partai. Parpol seharusnya juga menjadi media untuk mengembangkan gagasan dan transformasi ide.

Jadi kini nampak bayangan dalam menjawab pertanyaan, ”Kenapa PPP sebagai parpol Islam tua ini terus terperosok?”
Dari beberapa fakta dan data diatas, sementara dapat ditarik kesimpulan. Pertama, partai ini tidak pernah lepas dari konflik, seharusnya partai politik juga bisa menjadi ajang pengelolaan konflik secara baik. Kedua, karena tetap adanya persaingan unsur fusi, inilah sumber konflik yanng tidak pernah tuntas diselesaikan. Ketiga, lemahnya kepemimpinan partai, yang seharusnya partai politik justru menjadi wadah proses rekrutmen kepemimpinan. Nah, melihat trend penurunan perolehan suara PPP yang stabil sejak 1999-2004 (2,56%) dan 2004-2009 (2,73%), maka apabila kondisi ini tidak cepat diatasi, kemungkinan perolehan suara PPP pada 2014 hanya akan mencapai perolehan suara sekitar 2,7% saja.

Kini muncul pertanyaan baru. Dari fakta-fakta tersebut diatas, apakah juga merupakan gambaran bahwa parpol Islam dengan gaya dan pemikiran lama tidak menarik lagi bagi rakyat kita? Apakah para konstituen telah terpengaruh dengan arus globalisasi, reformasi dan demokrasi kebebasan yang kini marak? Semuanya ini patut untuk diteliti lebih lanjut bagi para elit PPP kalau masih tetap ingin eksis sebagai parpol Islam di Indonesia. Apabila kondisi yang melilit parpol ini tetap dibiarkan, diperkirakan pada pemilu 2014 bukan tidak mungkin PPP tidak lolos dari sergapan parliamentary threshold, mengingat mulai adanya wacana PT dinaikkan menjadi 5%.

PPP pada pemilu legislatif 2009 berada dibawah PKS dan PAN. Apakah mungkin gaya kedua partai yang mengusung gaya baru tersebut mungkin lebih baik? Kita bersama mengetahui bahwa mayoritas pemilih berada ditengah, sehingga apabila PPP terus berada dipinggir dengan ide-ide dan konsep lamanya, ditambah dengan beberapa masalah yang melilitnya, makin lama jelas akan semakin terperosok. Demikian sedikit pandangan tentang PPP, partai politik tua dan senior yang semakin terperosok, sayang memang…semoga bermanfaat.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana